Sabtu, 12 Januari 2013

Jangan Membentak Anak

Terkadang orang tua menganggap bentuk "bentakan" menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan semua masalah pada anak tersebut, padahal itu sama sekali tidak! anak hanya terdiam saat di bentak, seakan-akan dia mengerti dan memahami, padahal anak tersebut tertekan, sebenarnya tindakan untuk membentak anak, adalah hal yang sangat tidak baik, karna sangat berdampak negatif pada pola pikiran anak tersebut. orang tua sebaiknya lebih peka terhadap anaknya, agar anak itu tidak melakukan kesalahan, bimbinganlah yang sangat berpengaruh besar, bukan dengan cara memarahinya dan membentaknya. ini adalah dampak seorang anak:


1. Minder
Bila anak selalu dibentak , dicela dan tak pernah menerima perhatian posistif ,saat ia melakukan kebaikan , maka ia dapat tumbuh menjadi tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya ia sering ragu-ragu atau tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu , karena takut salah. Misalnya anak jadi tidak pede untuk mengaji . Gara-garanya orang tuanya sering membentaknya jika bacaannya salah.
2. Cuek/ tidak peduli
Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi anak apatis, tidak peduli. Ia pun makin sering mengabaikan nasihat orang tuanya. Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam dan mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dianggap angin. Masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri.
3. Tertutup
Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan anak. Anak jadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia menjadi pribadi tertutup. Dia tak pernah berbagi cerita dengan orang tuanya. Buat apa berbagi kalau ujung-ujungnya ia disalahkan. Dengan demikian komunikasi orang tua dan anak terhambat. Hal ini berbahaya jika anak menghapai masalah besar namun menyimpannya sendiri, karena jiwanya tertekan
4. Pemberontak/ penentang
Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 (tiga) tipe:
 tipe penentang aktif.
  • Mereka jadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tuanya. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tidak bisa karena masih amat kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti orang tua. Ia akan senang jika orang tuanya jengkel karena ulahnya. Semakin tambah emosi orang tua, semakin senang anaknya.

- tipe penentang dengan cara halus.
  • Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi juga tidak memenuhi perintah. Contohnya Chiko. Saat disuruh mandi oleh mamanya, tidak mau beranjak dari tempatnya main. Saat ditinggalkan sendiri di kamar mandi, ia tak segera mandi malah main air,
tipe selalu terlambat.
Anak seperti ini baru bergerak mengerjakan perintah orang tuanya setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, mengomel, membentak kemalasannya. Misalnya Chiko tidak mau tidur meskipun sudah larut malam. Ia baru pergi tidur, saat mamanya membentak dengan mata melotot.
5. Pemarah, temperamental, suka membentak
Orang tua adalah model bagi anak. Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau main bentak, karena sebab sepele, maka anakpun bisa berbuat sama. Jangan heran bila anak diperlakukan demikian, maka ia pun bisa berbuat sama , membentak adiknya atau temannya.
Bagaimana menumbuhkan kepatuhan pada anak ?
Setelah jelas bentakan tidak efektif menumbuhkan kepatuhan, bahkan berpengaruh negatif pada perkembangan jiwa anak, lalu bagaimanakah cara yang baik untuk menumbuhkan kepatuhan ?
1. Beri penjelasan pada anak.
Jelaskan dengan bahasa yang dimengerti. Mengapa suatu hal diperintahkan sedangkan yang lain dilarang. Jangan berbohong.
2. Perintahlan kebatas kemampuannya.
Perintah di luar kemampuannya justru bisa menyebabkan anak mengalami krisis syaraf (neurotic) dan buruk perangainya. Untuk mengetahui sampai di mana batas kemampuan anak, diperlukan pengetahuan sendiri. Sebaiknya orang tua memahaminya.
3. Tidak berdusta, tidak menakuti
Kadang orang tua mengatakan akan membelikan ini itu jika anak mematuhi perintahnya,,,,, tapi ternyata setelah anak patuh, orang tua ingkar janji. Orang tua berdusta, bisa jadi anak tak akan percaya lagi pada orang tuanya. Kedustaan seperti ini harus dihindari.
Selain itu orang tua juga sering menakuti anak dengan sesuatu yang seharusnya berguna untuknya , tujuannya supaya anak patuh. Misalnya menakuti anak bila tidak patuh akan dibawa ke dokter untuk disuntik. Ketakutan anak ini bisa terbawa sampai dewasa.
4. Jangan bertentangan dengan naluri anak
naluri adalah kekuatan terpendam dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan pekerjaan tertentu tanpa perlu berlatih. Jangan melarang anak bermain, membongkar atau memasang sesuatu. Jangan pula melanggar kebiasaan anak jika tak ingin mereka menggunakan jeritan sebagai senjatanya.
Lebih baik diatur sedemikian rupa sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri.
Misalnya,
“TPA nanti setelah ba’da asyar, sekarang sudah setengan tiga lo. Kakak sudah ya mainnya. Dilanjutin besok lagi. Sekarang mandi dulu, kan sudah mau adzan.
Kata-kata ini tidak melarang anak bermain, juga tidak melanggar kebiasaan anak main siang hari. Pemberian masa terbatas ini dimaksudkan agar anak bisa mengatur jadwalnya sendiri dan selain itu mereka merasa dianggap mampu oleh orang tuanya untuk mengatur diri sendiri tanpa harus didikte begini dan begitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar