Terik
Matahari menyapaku setelah pulang sekolah, semua yang kulewati terasa sangat
bising, suara dentakan kakiku saja tak dapat terdengar. Aku tertuju pada sebuah
iklan yang ditempelkan di sebuah toko megah. Setelah ku tolehkan pandanganku
pada semua iklan tersebut, aku melihatnya, warnanya biru dipadu dengan warna
hitam yang sangat elegan. Seketika ada suara anak kecil merengek-rengek, “Ibu..
ibuu! Aku menginginkan sepatu merah jambu itu bu, ayo kita beli..” sahut anak
kecil itu kepada ibunya. Aku hanya melihat anak itu dengan rasa berharap,
“kapan yah, bapak dapat membelikan aku sepatu baru? Sepatu yang kupakai ini
sudah menganga dan sangat lusuh dengan kondisi rusak parah, tapi hanya inilah
satu-satunya miliku yang kupai saat aku sekolah ” pikir Rizki.
Rizki
sadar bahwa dia hanyalah anak dari seorang penyapu jalanan, yang tak lain
adalah ayahnya, pak Parman.Lelaki separuh baya dengan postur tubuh yang kurus.Langkah
demi langkah aku telusuri ditengah keramaian ibu kota. Sekitar jam 17.30 WIB,
sampailah Rizki di rumah kecilnya yang sederhana, dengan berlantaikan batu
bata.
“Assalamualaikum
pak, Rizki pulang..”
“Waalaikumsalam
(jawab ayahnya disertai batuk-batuk kecil) sudah sore begini kok baru pulang,
darimana saja kamu?..”
“Hm..
abis mengerjakan tugas kelompok pak di rumah Ardi..” jawab Rizki dengan suara
pelan.
“Astaghfirullah,
maafkan Rizki terpaksa berbohong pak” (didalam hati Rizki)
Setelah
itu, mereka makan sebungkus nasi berdua sekedar untuk mengganjal perut
laparnya. Namun mereka menikmatinya dengan penuh rasa syukur. Saat Rizki
membaringkan tubuhnya diatas ranjang yang hanya beralaskan tikar, dia masih
terbayang oleh sepatu yang siang tadi, dilihatnya di etalase sebuah toko
sepatu.
Keesokan
harinya Rizki sekolah dengan menggunakan sepatu lusuhnya itu, dia tidak
memperdulikan semua gunjingan dari teman-temannya. Beruntunglah Rizki memiliki
seorang sahabat seperti Pino yang setia dan selalu menguatkan Rizki menghadapi tabiat
teman-temannya yang kurang baik. “Riz, sepatumu bagus sekali gak ada loh di
toko model sepatu seperti milikmu ini...” canda Pino tanpa bermaksud menghina.
“Ah kau ini bisa saja no, kemarin aku melihat sepasang sepatu di toko dekat
lampu merah, wah sepatunya sangat bagus, hm.. kapan aku yah aku bisa
membelinya..” Timpal Rizki penuh harap.
“Ah!
Aku punya ide bagaimana kalo kamu ikut denganku, kita ngamen bareng..” dengan
mimik wajah semangat Pino memberikan saran kepada Rizki.
“Wah,
boleh juga tuh.. ayo yuk, pulang sekolah langsung yaa Pin..” jawab Rizki dengan
sangat antusias.
Kring....Kring....!!
bell sekolah tanda pulangpun dibunyikan, kami semua bergegas untuk pulang.
Sedangkan Rizki dan Pino, mereka memulai untuk melakukan kerja sampingannya
yaitu sebagai pengamen. “Pin, pokoknya bapakku tidak boleh sampai tahu akan hal
ini, aku hanya tidak ingin merepotkannya..” pintanya kepada Pino. Pino,
sahabatnya hanya tersenyum sambil merangkul Rizki. “Hem, sebelumnya kita harus
berganti pakaian dulu Riz, karena tidak mungkin kalau kita memakai seragam
sekolah, nanti malah kotor dan rusak..” kata Pino. Rizkipun mengikuti semua
aturan yang diberikan oleh sahabatnya itu. Teriknya matahari menyapa kami
dengan tutup botol yang sudah dilempengkankan terlebih dahulu.
Bis
demi bis Rizki dan Pino bernyanyi dengan suka ria, berapapun hasilnya tetap
mereka syukuri. Tiba-tiba saat perjalanan pulang menuju rumah masing-masing,
mereka menemukan sebuah dompet berwarna coklat.
“Eh
Pin, ini dompet siapa ya? “ tanya Pino.
“siapa
ya.. coba dilihat dalamnya siapa tau ada alamat pemiliknya Riz..” jawab Pino
dengan muka bertanya-tanya.
“Oh
iya, aku tau alamat ini..” Rizki pun menjawab dengan penuh keyakinan.
Akhirnya
Pino memberikan amanah kepada Rizki untuk mengembalikan dompet itu ke
pemiliknya keesokan harinya. Seketika Rizki sampai di rumahnya yang sangat
sederhana itu, terlihat bapak rizki menggunakan kaos dan menyiapkan sebungkus
makanan. Rizki tidak mencerikan kepada Bapaknya akan hal itu, dia hanya
bercerita bahwa dia tadi menemani Pino untuk pergi ke rumah temannya. Keesokan
harinya Rizki berusaha untuk mencari alamat di dalam dompet itu sepulang
sekolah.
“Namanya
pak Toni Suhendro, dia manager di sebuah perusahaan ternama, dan di dompetnya
ini banyak sekali cek dan uang tunai, pasti orang ini sangat
membutuhkannya..”gumam Rizki. Setelah beberapa lama kemudian, dia berdiri
didepan rumah mewah, dan memberikan dompet itu kepada satpam. Akhirnya pak
satpam memberikan dompetnya kepada pak Toni yang dari kemarin ia cari, pak Toni
pun sangat berterimakasih kepada Rizki, dan meberikan imbalan berupa sepatu
baru, karena pak Toni melihat kondisi sepatu Rizki yang sudah rusak parah.
Rizki
pun sangat menyukainya dan berterimakasih kepada pak Toni, juga pak Parman
selaku ayah Rizki. Rizkipun bersyukur kepada Allah kepada semua rezeki ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar