Sabtu, 14 Desember 2013

Cerpen: Ingin Kudapatkan Penggantimu

Terik Matahari menyapaku setelah pulang sekolah, semua yang kulewati terasa sangat bising, suara dentakan kakiku saja tak dapat terdengar. Aku tertuju pada sebuah iklan yang ditempelkan di sebuah toko megah. Setelah ku tolehkan pandanganku pada semua iklan tersebut, aku melihatnya, warnanya biru dipadu dengan warna hitam yang sangat elegan. Seketika ada suara anak kecil merengek-rengek, “Ibu.. ibuu! Aku menginginkan sepatu merah jambu itu bu, ayo kita beli..” sahut anak kecil itu kepada ibunya. Aku hanya melihat anak itu dengan rasa berharap, “kapan yah, bapak dapat membelikan aku sepatu baru? Sepatu yang kupakai ini sudah menganga dan sangat lusuh dengan kondisi rusak parah, tapi hanya inilah satu-satunya miliku yang kupai saat aku sekolah ” pikir Rizki.
Rizki sadar bahwa dia hanyalah anak dari seorang penyapu jalanan, yang tak lain adalah ayahnya, pak Parman.Lelaki separuh baya dengan postur tubuh yang kurus.Langkah demi langkah aku telusuri ditengah keramaian ibu kota. Sekitar jam 17.30 WIB, sampailah Rizki di rumah kecilnya yang sederhana, dengan berlantaikan batu bata.
“Assalamualaikum pak, Rizki pulang..”
“Waalaikumsalam (jawab ayahnya disertai batuk-batuk kecil) sudah sore begini kok baru pulang, darimana saja kamu?..”
“Hm.. abis mengerjakan tugas kelompok pak di rumah Ardi..” jawab Rizki dengan suara pelan.
“Astaghfirullah, maafkan Rizki terpaksa berbohong pak” (didalam hati Rizki)
Setelah itu, mereka makan sebungkus nasi berdua sekedar untuk mengganjal perut laparnya. Namun mereka menikmatinya dengan penuh rasa syukur. Saat Rizki membaringkan tubuhnya diatas ranjang yang hanya beralaskan tikar, dia masih terbayang oleh sepatu yang siang tadi, dilihatnya di etalase sebuah toko sepatu.
Keesokan harinya Rizki sekolah dengan menggunakan sepatu lusuhnya itu, dia tidak memperdulikan semua gunjingan dari teman-temannya. Beruntunglah Rizki memiliki seorang sahabat seperti Pino yang setia dan selalu menguatkan Rizki menghadapi tabiat teman-temannya yang kurang baik. “Riz, sepatumu bagus sekali gak ada loh di toko model sepatu seperti milikmu ini...” canda Pino tanpa bermaksud menghina. “Ah kau ini bisa saja no, kemarin aku melihat sepasang sepatu di toko dekat lampu merah, wah sepatunya sangat bagus, hm.. kapan aku yah aku bisa membelinya..” Timpal Rizki penuh harap.
“Ah! Aku punya ide bagaimana kalo kamu ikut denganku, kita ngamen bareng..” dengan mimik wajah semangat Pino memberikan saran kepada Rizki.
“Wah, boleh juga tuh.. ayo yuk, pulang sekolah langsung yaa Pin..” jawab Rizki dengan sangat antusias.
Kring....Kring....!! bell sekolah tanda pulangpun dibunyikan, kami semua bergegas untuk pulang. Sedangkan Rizki dan Pino, mereka memulai untuk melakukan kerja sampingannya yaitu sebagai pengamen. “Pin, pokoknya bapakku tidak boleh sampai tahu akan hal ini, aku hanya tidak ingin merepotkannya..” pintanya kepada Pino. Pino, sahabatnya hanya tersenyum sambil merangkul Rizki. “Hem, sebelumnya kita harus berganti pakaian dulu Riz, karena tidak mungkin kalau kita memakai seragam sekolah, nanti malah kotor dan rusak..” kata Pino. Rizkipun mengikuti semua aturan yang diberikan oleh sahabatnya itu. Teriknya matahari menyapa kami dengan tutup botol yang sudah dilempengkankan terlebih dahulu.
Bis demi bis Rizki dan Pino bernyanyi dengan suka ria, berapapun hasilnya tetap mereka syukuri. Tiba-tiba saat perjalanan pulang menuju rumah masing-masing, mereka menemukan sebuah dompet berwarna coklat.
“Eh Pin, ini dompet siapa ya? “ tanya Pino.
“siapa ya.. coba dilihat dalamnya siapa tau ada alamat pemiliknya Riz..” jawab Pino dengan muka bertanya-tanya.
“Oh iya, aku tau alamat ini..” Rizki pun menjawab dengan penuh keyakinan.
Akhirnya Pino memberikan amanah kepada Rizki untuk mengembalikan dompet itu ke pemiliknya keesokan harinya. Seketika Rizki sampai di rumahnya yang sangat sederhana itu, terlihat bapak rizki menggunakan kaos dan menyiapkan sebungkus makanan. Rizki tidak mencerikan kepada Bapaknya akan hal itu, dia hanya bercerita bahwa dia tadi menemani Pino untuk pergi ke rumah temannya. Keesokan harinya Rizki berusaha untuk mencari alamat di dalam dompet itu sepulang sekolah.
“Namanya pak Toni Suhendro, dia manager di sebuah perusahaan ternama, dan di dompetnya ini banyak sekali cek dan uang tunai, pasti orang ini sangat membutuhkannya..”gumam Rizki. Setelah beberapa lama kemudian, dia berdiri didepan rumah mewah, dan memberikan dompet itu kepada satpam. Akhirnya pak satpam memberikan dompetnya kepada pak Toni yang dari kemarin ia cari, pak Toni pun sangat berterimakasih kepada Rizki, dan meberikan imbalan berupa sepatu baru, karena pak Toni melihat kondisi sepatu Rizki yang sudah rusak parah.
Rizki pun sangat menyukainya dan berterimakasih kepada pak Toni, juga pak Parman selaku ayah Rizki. Rizkipun bersyukur kepada Allah kepada semua rezeki ini.


Cerpen: Katakan Senja Aku Rindu

 Hujan sudah reda beberapa saat lalu. Aroma tanah basah disembur air, menguap tercium keluar.Suasana halaman panti asuhan yang memang sudah sunyi, semakin hening setelah hujan deras mengguyur tempat itu. Keheningan itu berangsur-angsur pecah oleh seorang bocah  yang  memanggilku untuk melakukan cerita-cerita kecil “kak Rin, ayolah masuk ke dalam ..” dengan mimik bahagia seorang anak kecil menarik tanganku pelan. Canda dan tawa  menyelimuti kebersamaan kami,itulah yang dirasakan Rinta yang merupakan anak  seorang pengusaha kaya. “Aku sangat senang bisa bertemu dengan kalian..”dengan ekspresi bahagia Rinta mengutarakan isi hatinya kepada anak-anak panti asuhan itu.
Kring... Kring... Kring... “masuuuk ayo masuuuk!!” kata Darwin. Rinta, gadis berseragam putih abu-abu itu berlari dari mobil jemputannya sambil mengangkat tas diatas kepalanya untuk melindungi diri dari derasnya guyuran air hujan. “ Win.. tunggu dulu dong jangan ditutup pintunya, aku mau masuk..” kata Rinta sambil memelas. “Ayolah Rin, kau sudah telat entar dimarahin oleh bu Endang..” Rintapun tak menghiraukan semua perkataan Darwin, yang dipikirkannya hanyalah bisa masuk ke dalam kelas dan belajar bersama semua teman-temannya. “huh.. untung saja bu Endang datangnya telat ya Rin hahaha...” suara dari belakang itu ternyata si Roni membisiki ke arah Rinta.Walaupun Rinta hanya mengganggap bahwa itu tidak lucu tapi dia berusaha tersenyum ke arah Roni. Waktupupun berlalu, tak lama kemudian bu Endang selaku guru bidang studi matematika menuju ke kursi guru yang berada di sudut ruang kelas, semuapun hening melihat bu Endang membawa setumpuk kertas yang tak lain adalah hasil ulangan harian minggu lalu.
“Aduh... piro iki nilai ulanganku sing wingi kae.. tiwas bengine aku ora sinau esuke dadak ulangan maneh ” celetuk sutrisno dengan logat jawanya yang medhok. Seketika keheningan di ruang kelas itupun pecah oleh celetukan trisno yang memang terasa asing ditelinga. “Apapun hasilmu itu pasti yang terbaik kok tris..” Rinta pun mencoba untuk memberi semangat kepada teman didepan bangkunya tersebut. Satu persatu kami disuruh maju untuk mengambil hasil ulangan kami, dan disaat giliranku dipanggil, akupun melangkah ke depan, jantungku berdebar-debar akan hasil yang akan ku peroleh. Bu Endang tersenyum kepadaku dan mengatakan “Rin... selamat ya nilaimu sangat memuaskan, ibu bangga padamu, pertahankan nilaimu ini ya..”.Didalam hati Rinta bergumam “Alhamdulillah ya Allah ternyata hasil ulanganku tidak mengecewakan”. Dengan mata berbinar-binar dan senyuman kecil yang menghiasi bibir mungil Rinta, mewakili suasana hatinya yang bahagia.Waktupun terus berjalan, tanpa terasa bel berdering tanda waktu pulang sekolah sudah tiba, murid-murid bergegas meninggalkan ruang kelas dengan antusiasnya.
Tiba-tiba Rinta mendapat pesan singkat dari mamanya “ Rin, mama pergi ya, bilang ke papa,tidak usah cari-cari mama lagi..!” .Rinta terkejut membaca  pesan singkat itu didalam ponselnya, seketika air matapun berlinang membasahi pipinya yang lembut dan putih. “Loh Rin, kamu kenapa? Kok menangis?..”tanya Fany,  sahabat karib Rinta sejak mereka masih duduk dikelas lima sekolah dasar. Tanpa sepatah katapun Rinta langsung memeluk Fany dengan eratnya. Dengan terbata-bata di sela isak tangisnya Rintapun mencurahkan kesedihan hatinya. “Ada apa Rin?..” tanya Fany. “mamaku Fan... katanya beliau pergi dan tidak usah dicari lagi :(
 “Aku yakin pasti mamaku pergi karena dia sudah tidak kuat hidup bersama kami lagi :(” sambil menangis tersedu-sedu Rinta meratapi kejadian itu. “hush..kamu tidak boleh begitu Rin, beliau tuh seorang ibu mana tega dia meninggalkan kamu..” hibur Fany menenangkan hati Rinta. Seketika Rinta terkejut melihat jarum jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. “Yaaampun Fan!, ini sudah sore pasti pak Ujang sudah menungguku di gerbang sekolah.. aku duluan yaa Fan “ sambil mengusap air mata dengan sehelai tisu di tangannya.“Iya Rin hati-hati sampai besok yaaa.... :) ” sahut Fany sambil melambaikan tangannya.
Selama perjalanan pulang Rinta hanya terdiam, kemudian pak Ujang pun memulai percakapan dengan Rinta, “Non..ada apa, kok mukanya murung sekali?” tanya pak Ujang. Rinta pun sama sekali tak menghiraukan perkataan pak Ujang sama sekali. Pipinya basah dengan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya, “tidak ada apa-apa kok pak!” jawaban acuh yang diberikan Rinta kepada pak Ujang. Setengah jam kemudian sampailah mobil yang ditumpangi Rinta di depan rumah mewah berpagar coklat tinggi dan berhalaman luas itu, mobilpun memasuki gerbang rumah, kemudian pak ujang membukakan pintu mobilnya untuk Rinta. “Wah Non Rinta sudah pulang, mari Non bibi bawakan tasnya...” seru bi Minah dengan ramahnya.
“Bi, apa benar mama pergi, apa yang telah terjadi? “ tanya Rinta. Bibi pun diam dan tertunduk di hadapan Rinta. “bi..?!’ tanya Rinta sekali lagi. “eh.. anu non anu... bibi tidak tahu..” bibipun terbata-bata mengatakan hal itu kepada Rinta. “Mama gak bilang mau pergi kemana bi?” tanya Rinta, bi Minah pun masih menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas ketidaktahuannya.“Yasudah, Non Rinta istirahat saja dulu”. Timpal bi Minah. Senjapun berganti malam. Pak Seno, ayah Rinta pulang kerja dan menghampiri Rinta “Hai sayang, maaf papa baru pulang tadi banyak sekali pekerjaan di kantor” jelas pak Seno. Rinta menanggapinya dengan muka datar. “Pa, papa gak khawatir dengan mama?” tanya Rinta dengan ekspresi sedih. Papa seakan-akan tidak perduli akan kepergian mama.Papa sangat acuh tak ada kesedihan ataupun penyesalan di raut wajahnya.
“Tiga hari sudah mama meninggalkan rumah...” gumam Rinta dalam hati, tersirat kerinduan yang amat dalam di raut wajah Rinta, dengan mata berkaca-kaca sambil memandangi foto mamanya yang terpasang di atas meja belajarnya.
 Keesokan harinya di sekolah Rinta dipilih untuk mengikuti lomba olimpiade matematika tingkat nasional, “Rin semangat ya aku yakin kamu pasti bisa..!” timpal Fany menyemangati.“Ya Allah semoga aku bisa memberikan hasil maksimal” jawab Rinta dengan penuh harapan. Tiba-tiba hp berwarna putih dengan balutan gambar bunga sakura milik Rinta pun bergetar, “Halo ada apa ka Andre?..” jawab Rinta, “Eh Fany... sebentar ya aku lagi ada telepon dari kakakku.” Fany pun tersenyum dan langsung memberikan waktu untuk membiarkan Rinta dan kakanya bercakap-cakap di telepon.
“Rin, apa kabar kamu? Kaka udah kangen niih.. “
“Iya ka aku juga kangen sama kaka, kapan kaka pulang? jangan di Depok terus dong ka.. aku gak ada temennya lantaran ayah selalu pulang malam, dan kaka juga tahu kan bahwa mama pergi dari rumah?”
“mmm.. iya ka Andre tahu kok, ayah dan ibu berselisih tentang pendapat masing-masing. Iya deh..hari Sabtu besok kaka usahain pulang ya seusai kuliah.”
“oke ka... Rinta tunggu yaa di rumah “
“Oke sayang, adikku yang cantik. Maaf ya kaka  ganggu waktu kamu lagi sekolah”
“Iya gak papa kok ka Andre sayang “.
“Bye....”
Beberapa jam kemudian, bu Endang menghampiri Rinta dengan membawa beberapa buku tebal, “Hai Rin, ini ibu bawakan buku-buku penunjang untuk kamu pelajari, ayo belajar di ruang media bersama ibu ya, dua minggu lagi lombanya..” sambil tersenyum bu Endang memberikan buku-buku tebal itu kepada Rinta.. “iya bu.. “ jawab Rinta dengan suara pelan. Dan merekapun mulai serius belajar untuk mengikuti lomba tingkat nasional tersebut.
Tibalah saat yang ditunggu-tunggu dimana Andre akan pulang di hari Sabtu ini. Papa pun juga sangat antusias menyambut kedangannya. “bi, pak ujang mana, tolong panggilkan ya bi..” pinta Rinta. “Baik Non...” jawab bi Minah. “Iya Non, ada apa?..”tanya pak Ujang. “pak Ujang tolong antarkan saya ke toko kue dan sekalian mampir ke toko buku ada beberapa alat tulis yang harus saya beli.” Pak Ujang pun segara menyiapkan mobilnya untuk mengantarkan Rinta, setengah jam kemudian sampailah di toko kue dan dia membeli beberapa kue kesukaan Andre kakaknya. Setelah itu Rinta langsung menuju toko buku yang berada tepat disebrang toko kue. Ketika hendak menyebrang tiba-tiba ada kendaraan yang melaju dengan kencang dan Rinta pun terserempet dan terpelanting ke bagian sisi jalan dengan kondisi parah. Melihat kejadian terdengar suara teriakan dan masyarakat mengerumuni korban tabrak lari itu. Pak Ujang langsung berlari menuju kerumunan orang-orang ditempat kejadian itu. Betapa terkejutnya pak Ujang panik ketakutan melihat kejadian itu dengan kondisi Rinta berlumuran darah. Dan membawa Rinta ke Rumah sakit terdekat dan berusaha menghubungi semua orang rumah.
Ketika pak Seno sedang bertelepon dengan rekan kerjanya, tiba-tiba bi Minah memberikan kabar bahwa Rinta mengalami kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit. Pak Seno langsung panik menghkhawatirkan keadaan Rinta segera dia bergegas ke rumah sakit untuk melihat kondisi kesehatan Rinta.Setelah mengetahui keadaan Rinta yang cukup parah, pak Seno menghubungi istrinya yang sudah lama pergi dari rumah. “pak Seno, anak bapak lukanya cukup serius dia perlu tindakan cepat yaitu harus segera di operasi..” pak Seno terdiam dan segera mengiyakan saran Dokter Ferdi tersebut.
“Pah... pah.. bagaimana keadaan Rinta sekarang?” tanya Andre panik.
“Lukanya cukup parah ndre karena terkena benturan di kepalanya...” jawab ayah  sedih.
“Lalu mama sudah bisa dihubungi pah?”
“Mama tidak ada jawaban saat ditelpon ndre..”
“Yaudah aku sms mama ya pah, mama harus tahu akan hal ini yang menimpa Rinta.”

Saat pukul 15.00 WIB mama Rinta melihat jam di hp nya dan ada beberapa panggilan keluar dan beberapa pesan singkat. “Mah...ini Andre, mama kapan pulang? Rinta tadi siang mengalami kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit. Kata dokter kondisinya parah dan sekarang koma mah..” Seketika bu Siska menangis membaca pesan singkat tersebut dan memutuskan untuk pulang dari Singapore. Seketika sampai di rumah sakit bu Siska mendapati Rinta yang sudah tidak berdaya kemudian timbul rasa bersalah dalam hatinya dan menyesali akan perbuatannya selama ini, lalu meminta maaf kepada pak Seno, suaminya dan Andre, bu Siska berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Seminggu kemudian, Dokter memberikan kabar baik bahwa Rinta sudah sadar dari komanya, ketika membuka matanya Rinta mendapati mama papa beserta Andre kakaknya berada di hadapan matanya. Mamanya langsung memeluk tubuh Rinta sambil mengis dan meminta maaf. Semua saling bahagia dan menghargai satu sama lain :)